Trik Menanam Kangkung Hidroponik Pakai Waring Bekas Ikan

kangkung hidroponik

Inovasi dalam dunia pertanian terus berkembang seiring dengan meningkatnya kebutuhan pangan dan keterbatasan lahan. Salah satu metode pertanian yang kini semakin diminati adalah hidroponik, yaitu teknik budidaya tanaman tanpa menggunakan tanah, melainkan dengan media air dan nutrisi. Dalam praktiknya, hidroponik tidak selalu membutuhkan peralatan mahal. Bahkan, waring bekas ikan, yang biasanya digunakan dalam budidaya perikanan, dapat dimanfaatkan kembali sebagai media tanam sederhana namun efektif, khususnya untuk tanaman sayuran daun seperti kangkung.

Terbuat dari polietilena (PE) atau HDPE, waring ikan merupakan jaring plastik berdesain kotak-kotak yang banyak digunakan. Setelah tidak lagi digunakan dalam kolam budidaya, waring ini sering kali dibuang atau terbengkalai. Padahal, dengan sedikit penyesuaian, waring bekas ini dapat dijadikan wadah tanam kangkung sistem rakit apung. Keberadaan lubang-lubang di waring membantu akar menembus ke air secara langsung, sementara bagian permukaannya berfungsi sebagai penyangga bagi bibit kangkung dalam media rockwool atau serat kelapa.

Penggunaan waring bekas ikan dalam sistem hidroponik memberikan sejumlah keunggulan. Pertama, biaya produksi menjadi lebih hemat, karena tidak perlu membeli netpot atau rak hidroponik baru. Kedua, waring bersifat ringan dan fleksibel, sehingga mudah dibentuk dan disesuaikan dengan ukuran wadah air. Ketiga, proses pemeliharaan tanaman juga lebih mudah dilakukan, karena tanaman dapat diangkat sekaligus jika diperlukan, tanpa merusak sistem akar.

Langkah-langkah menanam kangkung dengan metode ini cukup sederhana. Waring bekas dibersihkan terlebih dahulu, lalu dipotong sesuai ukuran wadah air (seperti ember, nampan, atau talang). Setelah itu, benih kangkung disemai di media tanam, dan setelah tumbuh 5–7 hari, bibit dipindahkan ke atas waring yang sudah mengapung di air berisi larutan nutrisi hidroponik (seperti AB Mix). Dalam waktu 2–3 minggu, kangkung sudah bisa dipanen.

Di satu sisi ramah lingkungan karena menekan produksi limbah plastik, di sisi lain metode ini juga mengadopsi praktik pertanian berkelanjutan melalui pemanfaatan sumber daya secara efisien. Hal ini sangat sesuai diterapkan di wilayah perkotaan atau pekarangan sempit, di mana masyarakat dapat menanam sayuran sehat secara mandiri tanpa perlu lahan luas.

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama