Alergi makanan merupakan masalah kesehatan yang cukup umum di seluruh dunia, dan salah satu pemicu paling sering adalah kerang. Kerang termasuk dalam kategori makanan laut, yang juga mencakup udang, kepiting, lobster, dan berbagai jenis moluska. Bagi sebagian orang, mengonsumsi kerang bisa menimbulkan reaksi alergi yang serius, bahkan mengancam nyawa. Fenomena ini membuat banyak orang bertanya-tanya, mengapa kerang bisa memicu alergi lebih sering dibandingkan makanan lain, dan apa yang sebenarnya terjadi di tubuh saat alergi ini muncul.
Baca juga:
- Si Raja Ikan Hias Yang Dicari Pecinta Ikan! Ikan Arwana
- Perbedaan Salmon Liar dan Salmon Ternak!
- Waring Jaring Serbaguna untuk Kebutuhan Pertanian hingga Rumah Tangga!
Alergi terhadap kerang terjadi ketika sistem kekebalan tubuh salah mengenali protein yang terdapat dalam kerang sebagai zat berbahaya. Protein ini, yang biasanya tidak berbahaya bagi kebanyakan orang, memicu sistem imun untuk menghasilkan antibodi jenis IgE. Antibodi ini kemudian memicu pelepasan histamin dan senyawa kimia lainnya dalam tubuh. Proses inilah yang menimbulkan gejala alergi, mulai dari gatal-gatal, ruam, hingga pembengkakan pada wajah atau tenggorokan. Pada kasus yang lebih parah, reaksi alergi bisa berkembang menjadi anafilaksis, kondisi darurat yang dapat menyebabkan kesulitan bernapas dan penurunan tekanan darah secara drastis.
Jenis protein yang paling sering memicu alergi pada kerang adalah tropomiosin, sejenis protein otot yang juga ditemukan pada udang dan lobster. Tropomiosin memiliki struktur yang cukup stabil sehingga tidak mudah rusak saat dimasak. Inilah salah satu alasan mengapa kerang tetap dapat memicu alergi bahkan setelah dimasak. Protein lain yang bisa menjadi pemicu termasuk arginin kinase dan myosin light chain. Kombinasi protein-protein ini membuat kerang menjadi salah satu alergen makanan laut yang paling kuat dan sering menimbulkan reaksi serius.
Faktor genetik juga memainkan peran penting dalam alergi kerang. Orang yang memiliki riwayat keluarga dengan alergi makanan atau alergi lainnya, seperti asma atau eksim, cenderung lebih rentan mengalami alergi kerang. Selain itu, kondisi kesehatan tertentu, seperti gangguan pencernaan atau sistem imun yang lemah, dapat meningkatkan risiko tubuh bereaksi berlebihan terhadap protein dalam kerang. Hal ini menjelaskan mengapa tidak semua orang mengalami alergi, meskipun mengonsumsi jenis kerang yang sama.
Selain faktor genetik dan protein penyebab alergi, cara konsumsi kerang juga dapat memengaruhi reaksi tubuh. Kerang mentah atau setengah matang memiliki kandungan protein yang masih utuh, sehingga berpotensi lebih mudah memicu alergi dibandingkan kerang yang dimasak matang sempurna. Namun, karena protein tropomiosin relatif tahan panas, memasak kerang pun tidak sepenuhnya mencegah risiko alergi. Oleh karena itu, orang yang memiliki alergi kerang sebaiknya menghindari konsumsi kerang sama sekali, terlepas dari cara memasaknya.
Gejala alergi kerang dapat muncul dalam beberapa menit hingga beberapa jam setelah mengonsumsinya. Reaksi ringan biasanya berupa gatal-gatal, kemerahan, atau ruam di kulit. Namun, reaksi yang lebih serius dapat melibatkan pembengkakan pada bibir, lidah, atau tenggorokan, sehingga menyebabkan kesulitan menelan atau bernapas. Gejala lain termasuk mual, muntah, diare, kram perut, hingga pusing atau pingsan. Karena potensi bahaya yang cukup tinggi, alergi kerang sebaiknya tidak dianggap remeh dan memerlukan perhatian medis segera jika gejala berat muncul.
Penanganan alergi kerang umumnya melibatkan penghindaran total terhadap kerang dan produk yang mengandung kerang. Selain itu, bagi penderita yang rentan mengalami reaksi parah, dokter sering meresepkan epinefrin injeksi (auto-injector) untuk digunakan saat terjadi anafilaksis. Penderita juga disarankan untuk membaca label makanan dengan teliti, terutama pada produk olahan, sup seafood, atau makanan siap saji yang mungkin mengandung ekstrak kerang.
Selain penghindaran langsung, penelitian juga menunjukkan pentingnya edukasi tentang alergi makanan laut. Banyak orang tidak menyadari bahwa reaksi alergi bisa muncul pada berbagai bentuk kerang, baik segar, kalengan, maupun olahan. Edukasi ini penting untuk mencegah kecelakaan alergi, terutama bagi anak-anak yang baru mulai dikenalkan pada makanan laut. Kesiapan orang tua, sekolah, dan tempat makan menjadi faktor penting untuk melindungi penderita alergi kerang dari risiko kesehatan serius.
Kesimpulannya, alergi kerang terjadi karena sistem kekebalan tubuh bereaksi berlebihan terhadap protein tertentu, terutama tropomiosin, yang terdapat dalam kerang. Faktor genetik, kondisi kesehatan, dan cara konsumsi dapat memengaruhi tingkat keparahan alergi. Gejala bisa bervariasi dari ringan hingga mengancam nyawa, sehingga penghindaran dan penanganan medis yang tepat sangat penting. Memahami penyebab alergi kerang membantu masyarakat lebih waspada dan mampu melindungi diri maupun orang lain dari risiko reaksi alergi serius akibat konsumsi kerang.